Kamis, 09 Juli 2009
Agar Anak mau Mendengarkan
Omongan orang tua seringkali diabaikan anak, atau bahkan tidak didengarkan sama sekali. Untuk itu berikut ini adalah tips jitu agar anak mau mendengarkan perkataan Anda:
1. Jadilah Pendengar Yang Baik. Anak-anak tidak bisa belajar menjadi pendengar yang baik bila mereka tidak memiliki panutan yang baik. Pastikan Anda menunjukan apa yang Anda harapkan dari mereka dengan menjadi pendengar yang baik. Seperti pepatah tua, “Kita memiliki dua telinga dan satu mulut karena ada alasannya” maksudnya, dengarkan anak Anda bicara duakali lebih banyak daripada bicara Anda.
2. Berbicaralah Dengan Penuh Hormat. Bila Anda menjadi seorang Anak, bagaimana Anda ingin diajak berbicara? Gunakanharapan Anda itu sebagai modelnya.
3. Beri Perhatian Dulu, Baru Berbicara. Dapatkan perhatian anak terlebih dahulu. Pastikan mereka melihat Anda sebelum Anda berbicara. Secara verbal, Anda juga bisa meminta perhatiananak. Saat bertatapan, Anda mendapatkan perhatian penuh dari anak. Inilah saatnya Anda menyatakan permintaan.
4. Berikan Peringatan. Adakalanya sulit mengalihkan perhatian, terlebih saat mereka sedang melakukan sesuatu yang benarik. Beri batasan waktu kepada mereka. Contohnya, “Ayah/Ibu perlu bantuan kamu dua menit lagi ya,” atau “Ayah/Ibu ingin berbicara dengan kamu lima menit lagi ya.”
5. Turunkan Volume Suara. Daripada berteriak, lebih baik turunkan volume suara Anda. Bicaralah dengan nada lebih lembut, tidak keras.
6. Jangan Berpanjang Lebar. Anak tidak mau mendengar kuliah panjang lebar. Jadi ungkapkanlah permintaan Anda dengan singkat dan langsung, contohnya, “Bereskan tempat tisurmu sebelum bermain!” Kadan, irit kata-kata juga membantu. Cukup satu kata kadang bisa menjadi trik yang baik, misalnya, “PR!“
Kiat Atasi Kebiasaan Buruk Anak: Bicara dengan Gagap
“ A…ayah, mmmau booola”, mungkin anda pernah melihat anak yang begitu sulit bicara. Dikatakan gagap bila anak mengalami kelainan irama atau kelancaran bicara yang disebabkan adanya pengulangan, perpanjangan suara, kata, atau suku kata. Gagap biasa terjadi pada usia 2-3 tahun dan 5-7 tahun. Seringkali disertai dengan mengedip-ngedipkan mata atau menggoyang kepala.
Gagap sebenarnya bagian dari perkembangan bahasa yang normal, tetapi bila berlanjut atau berlebihan, bisa jadi ada faktor lain seperti gangguan emosi anak dengan orangtua yang perfeksionis. Bisa pula ada faktor keturunan atau kelainan organ seperti lidah yang pendek dan kaku. Gagap bisa disertai kelainan saraf seperti tuli atau retardasi mental.
Solusi
1. Jangan terlalu memaksa anak atau memarahi anak bila gagapnya kambuh. Dengarkan ia dengan sabar, tidak memberondongnya dengan pertanyaan atau kata-kata.
2. Tumbuhkan rasa percaya dirinya terutama saat ia bergaul dengan teman-teman sebaya.
3. Bila gagap muncul pada anak setelah usia sekolah, mungkin diperlukan terapi lebih lanjut dengan ahli wicara atau psikoterapis.
Kiat Atasi Kebiasaan Buruk Anak: Menghisap Ibu Jari
Mengisap ibu jari umum terjadi pada bayi usia 3 bulan-2 tahun. Jika kebiasaan ini terjadi setelah anak usia tiga tahun, padahal sebelumnya tidak atau sudah berhenti, bisa jadi si anak sedang stres dan perlu dicari penyebabnya. Bila kebiasaan mengisap ibu jari terus berlanjut hingga usia sekolah dasar dapat mengganggu pertumbuhan gigi, diare, dan yang terpenting mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
Solusi
* Bila si kecil masih bayi tak perlu terlalu khawatir. Namun jika sudah amat mengganggu coba ganti dengan empeng dan hentikan sedikit demi sedikit.
* Bila terjadi setelah usia satu tahun, mungkin si kecil sedang lelah atau bosan, alihkan kegiatannya.
* Bila terjadi pada usia 5-6 tahun, beri penjelasan akibat dari kebiasaan buruknya, anda dapat memberinya hadiah (reward) bila anak berhasil menghentikannya.
* Jika tetap saja sulit ditangani, sangat mungkin terdapat ketidakmatangan emosi dan sosial hingga memerlukan penanganan lebih khusus.
Selasa, 07 Juli 2009
Permainan Matematika untuk Anak-anak
Apakah anda sedang mencari cara / tips mengajar konsep matematika yang menyenangkan (fun) dan menarik untuk anak-anak? Untuk meningkatkan motivasi belajar anak-anak dengan cara yang menyenangkan, Anda dapat mempraktikkan permainan-permainan matematika berikut ini:
1. Perburuan / Pencarian Sesuatu dengan Buku (Book Scavenger Hunt)
Ini adalah permainan (game) yang mengajarkan perhitungan dan urutan nomor (pertama, kedua, ketiga, …). Hal pertama yang dilakukan adalah berikan sebuah buku untuk masing-masing anak. Akan lebih baik lagi dan akan menghemat waktu apabila semua anak menggunakan buku yang judul dan edisinya sama, namun ini tidak menjadi keharusan. Idenya adalah anak-anak membacakan jawaban berupa sebuah kalimat atau dua kalimat atas pertanyaan yang diajukan sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan. Yang pertama bisa membacakan jawaban adalah pemenangnya.
Contoh pertanyaan ”Temukan huruf ke-5 dari paragraf ke-3 pada halaman ke-11 setelah halaman 101?”. Anak-anak kemudian akan mencari kata ini dan menulisnya. Anda bisa juga bisa memberikan soal matematika, seperti ”Cari halaman yang dua puluh satu kurangnya dari delapan puluh empat dan temukan kata ke-7 dalam paragraf kedua dari akhir halaman?” Tingkatkan kerumitannya untuk anak-anak yang lebih tua dan permudah untuk anak-anak yang lebih muda.
2. Bentuk-bentuk Gambar
Permainan-permainan matematika untuk anak-anak, khususnya untuk anak yang lebih muda, bisa didapat dari gambar-gambar di buku atau buku mewarnai. Permainan ini menggunakan sebuah gambar yang mempunyai bentuk-bentuk yang jelas di dalamnya, misalnya balon untuk lingkaran, pintu untuk segi empat, dll, kemudian lihatlah siapa yang bisa menemukan bentuk tersembunyi yang paling banyak. Untuk anak yang lebih tua Anda dapat menambahkan bentuk-bentuk yang lainnya seperti segi delapan (octagons), silinder, dan kerucut.
3. Mencari Arah
Ini adalah permainan matematika besar untuk grup yang lebih besar. Ide pokoknya adalah untuk menunjukkan bahwa permainan matematika untuk anak-anak tidak harus hanya dilakukan dengan duduk manis di meja dengan pensil di tangan. Permainan ini dilakukan di luar ruangan (outdoor) dan menggunakan sebuah keset kaki (mat), di halaman luar dan masing-masing anak berpasang-pasangan. Salah satu anak dari setiap grup menggunakan penutup mata, sedangkan yang lainnya akan memberikan petunjuk arah untuk pasangannya.
Tujuannya adalah untuk anak-anak yang memakai penutup mata agar mengikuti petunjuk-petunjuk sehingga dia sampai ke tujuan akhir pada keset kaki yang disediakan. Triknya adalah anak yang memberi petunjuk hanya boleh memberi petunjuk-petunjuk angka dan hanya boleh menggunakan angka-angka seperti berapa langkah kaki, dan kata-kata maju, mundur, ke kanan, atau ke kiri. Anda dapat memberi rintangan-rintangan seperti bola pantai sehingga mereka harus melakukan manuver untuk sampai ke tujuan akhir keset kaki. Anak-anak yang memberi petunjuk harus tetap di tempatnya pada saat memberikan petunjuk. Pastikan permainan ini diawasi oleh orang dewasa yang dapat memastikan bahwa anak-anak tidak bertabrakan satu sama lainnya dan terjatuh.
4. Permainan Papan (Board Game)
Permainan papan memberikan banyak pilihan kreativitas dan cara-cara menarik untuk mengajari konsep-konsep matematika untuk anak-anak. Ada banyak permainan matematika dalam bentuk permainan papan, antara lain Yahtzee dan Rummikub. Ada banyak juga permainan papan untuk anak-anak yang bisa diubah menjadi sarana melatih kemampuan matematika. Salah satu contoh adalah bermain Scrabble dan berikan tiga kali lipat point untuk setiap istilah matematika yang diucapkan.
5. Mencari Pasangan Kartu Matematika
Caranya adalah Anda menulis sebuah soal matematika pada sebuah kartu indeks, menggunakan pertambahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian. Kemudian Anda membuat soal matematika lainnya pada kartu indeks berikutnya, yang mana soal tersebut berbeda namun memiliki jawaban yang sama dengan soal sebelumnya. Setelah Anda membuat sekitar dua belas sampai dua puluh kartu, kemudian kartu-kartu ini diletakkan terbalik. Pada saat seorang anak membuka dua kartu dengan jawaban yang sama mereka kemudian menyimpannya. Anak yang paling banyak mendapatkan kartu-kartu tersebut pada akhir permainan adalah pemenangnya.
Dengan permainan-permainan tersebut di atas, belajar matematika jadi tidak membosankan tetapi justru menyenangkan dan menantang, dimana matematika menjadi permainan bukan pekerjaan/tugas.
(Sumber: Math Games For Kids)
Jenis permainan anak sesuai dengan umurnya
Jenis Permainan untuk anak berusia 0 - 3 bulan
Pada minggu-minggu pertama kelahiran, ia dapat melihat suatu obyek dalam jarak pendek, kira-kira 25 cm. Kira-kira 1-2 bulan kemudian, ia mulai dapat mengenal wajah orang dan memberikan reaksi terhadap suara atau senyum.
Penelitian menunjukkan, bayi sangat tertarik melihat wajah manusia ketimbang benda lain. Wajah Anda adalah "mainan" pertamanya. Dekatkan wajah Anda saat menggendongnya atau saat duduk di depan boksnya. Tersenyumlah dan ajak ia bicara. Ia pasti senang.
Tentu saja ia juga perlu benda-benda lain untuk dilihat. Ini penting sebagai sumber utama rangsangan sebelum ia terampil memegang. Gambar-gambar yang jelas, terang, berwarna cerah, yang berkilau seperti silver foil, sangat disukainya. Beri ia cukup waktu untuk merespon sesuatu yang Anda tunjukkan padanya, karena reaksinya masih lambat.
Letakkan benda atau mainan dalam jarak pandang yang dapat dijangkaunya lalu gerakkan benda itu secara perlahan ke kiri dan kanan. Jika matanya tak bereaksi mengikuti gerakan, ia mungkin tak melihat. Sebab itu, pastikan dulu sampai ia kira-kira ada perhatian, baru benda itu digerakkan. Sesuatu yang bergerak dan berbunyi juga disukainya. Gantungkan di boksnya mainan yang bisa bergoyang/berputar dan mengeluarkan bunyi.
Sekitar usia 1-1,5 bulan, ia mulai dapat menghubungkan pendengaran dengan penglihatannya. Jika mendengar suara, ia mulai mencari sumber suara dengan matanya. Seperti penglihatan, ia pun lebih suka mendengar suara manusia, terutama suara ayah-ibunya. Di usia 2 bulan, ia mulai bereaksi dengan bermacam-macam suara. Berbicara, menyanyi, dan membacakan cerita anak-anak dengan berbagai irama akan sangat menyenangkannya.
Saat ganti popok juga bisa dijadikan kesempatan bermain dengannya. Gerak-gerakkan kakinya atau gelitik lembut telapak kakinya. Ia pasti suka. Begitu pun saat mandi, dininabobokan, dan lainnya.
Sentuhan dan usapan Anda di wajah dan seluruh tubuhnya, akan mengembangkan indera perabanya. Ini juga penting untuk mengembangkan rasa diterima dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Jenis Permainan untuk anak berusia 3 - 6 bulan
Mulai usia 3 bulan, ia suka memiringkan badannya ke satu sisi saat berbaring. Rangsang ia dengan mainan berwarna mencolok atau berbunyi agar ia berusaha menjangkau mainan itu dengan tangannya yang di sebelah atas, sehingga badannya ikut bergerak. Dengan melakukan permainan ini berulang-ulang, akhirnya ia bisa tengkurap sendiri.
Sekitar usia 4 bulan, ia senang sekali bila digendong dalam posisi duduk. Usia 6 bulan, ia dapat duduk tanpa dibantu meski hanya beberapa menit. Dudukkan ia di atas kedua lutut Anda dan pegang kedua lengannya, lalu perlahan sentakkan ia ke atas dan ke bawah. Ia pasti gembira. Sepanjang usia ini, ia suka sekali menyentuh, menggenggam, menggoyangkan dan menarik apa saja. Sediakan mainan yang ringan dan berwarna dengan ukuran pas untuk ia pegang dan genggam. Ia akan lebih suka jika mainannya itu juga bersuara dan taruh di dalam jarak yang bisa ia jangkau.
Beri mainan yang bersuara jika disentuh/ditendang, gantung rendah di boksnya agar kaki kecilnya bisa menendang mainan itu. Untuk mencegah kecelakaan, jangan lupa memindahkan mainan itu segera setelah ia terampil mengangkat kepala dan dadanya (sekitar usia 5 bulan).
Ia sangat menyukai orang-orang dan tertarik dengan gerak tubuh serta ekspresi wajah mereka. Bimbing tangannya yang mungil untuk menyentuh bagian-bagian tubuh Anda sambil menyebutkan nama-nama bagian tubuh itu. Permainan lain yang dapat Anda lakukan, pegang ia pada kedua ketiaknya dan ayunkan ke atas dengan gerakan lembut.
Jenis Permainan untuk anak berusia 6 - 9 bulan
Mulai usia 6 bulan, periode waktu bangunnya dalam satu waktu sekitar 2-3 jam, sehingga waktu bermainnya lebih panjang. Saat terjaga, ia tak mau lagi hanya berada dalam posisi tidur telentang. Ia pasti akan berguling dan berusaha duduk atau merangkak. Letakkan mainan kesukaannya dalam jarak tertentu untuk merangsangnya belajar merangkak.
Sekitar usia 8-9 bulan, ia dapat duduk tanpa dibantu, meski belum sepenuhnya dapat menguasai keseimbangan tubuhnya. Banyak bayi belajar duduk dan merangkak secara bersamaan. Umumnya, di usia 10 bulan ia sudah dapat duduk kokoh dan merangkak ke mana pun ia mau.
Di usia ini, ia praktis butuh lebih banyak permainan. Buatkan aneka mainan dari barang-barang yang tersedia di rumah, seperti cangkir plastik, boks sepatu, botol plastik, dan lainnya. Jika ia menolak sebuah mainan yang tak familiar (ini sering terjadi), letakkan di sampingnya dan coba lagi nanti. Beri tahu cara menggunakan sebuah mainan, tapi jangan dorong ia untuk bermain dengan cara yang "benar" karena hanya akan membuatnya frustrasi.
Permainan tanpa alat seperti cilukba atau petak-umpet juga menyenangkannya. Ia akan tertawa gembira saat melihat wajah Anda kembali. Atau dudukkan ia di bahu Anda sehingga ia lebih tinggi daripada Anda. Ia akan gembira oleh pemandangan baru. Atau angkat ia tinggi-tinggi ke udara. Ia pasti senang.
Jenis Permainan untuk anak berusia 9 - 12 bulan
Setelah bisa duduk mantap, waktu mandi menjadi waktu bermain yang menyenangkan. Mainan seperti bebek, perahu, gelas dari plastik, bisa digunakan. Dapat juga Anda mengajaknya bermain di halaman dengan menggunakan ember berisi air. Ajak ia memercikkan air, menuangkan air dari gelas dan mengapungkan mainan. Ia pasti senang.
Bermain menangkap bola juga bisa dilakukan setelah ia dapat duduk. Duduklah berhadapan dengannya, lalu gelindingkan bola ke arahnya. Pasangan Anda atau anggota keluarga lain duduk di belakangnya, membantu ia menerima bola dan menggelindingkan kembali ke Anda. Pilih bola dari bahan ringan dengan warna menarik.
Di usia ini, ia senang menjatuhkan sesuatu mainan ke lantai dan Anda mengambilkannya, lalu ia menjatuhkannya lagi dan Anda kembali mengambilkannya. Tentu saja Anda perlu sabar. Karena permainan ini penting baginya untuk belajar mengerti bahwa jika ia menjatuhkan sesuatu, maka benda itu akan tetap berada di bawah. Beri ia benda-benda yang tak dapat pecah atau menggelinding jauh.
Ia pun menyukai permainan mengeluarkan dan memasukkan mainan dari dan ke dalam sebuah wadah. Boks (kardus atau boks plastik) dan beberapa balok warna-warni ukuran 5 cm bisa diberikan padanya. Setelah ia berhasil mengeluarkan semua balok-balok itu, ia akan memasukkannya kembali satu demi satu. Begitu terus berulang-ulang sampai ia puas.
Sekitar usia 10 bulan, ia mulai belajar berdiri. Sebulan kemudian, ia sudah bisa berdiri sendiri dengan berpegangan pada kursi atau tepi tempat tidur. Ini mendorongnya untuk belajar jalan. Acungkan mainan favoritnya untuk mendorongnya belajar berdiri tanpa berpegangan, atau tuntun kedua tangannya saat belajar jalan. Ia pasti senang.
Di usia ini, ia juga senang dinyanyikan, diceritai, dan dibacakan dongeng. Kebanyakan bayi menyenangi siaran radio dan TV dan melihat gambar-gambar. Khusus TV, sebaiknya Anda tak membiasakan ia sering "nonton" TV untuk menghindari kemungkinan ia kelak akan kecanduan nonton.
[Oleh: Julie Erikania - Nakita]
Permainan Edukatif : Melatif Gerak Motorik Anak
Belajar Membaca : Seri Permainan Edukatif. Sebuah permainan edukatif yang murah meriah dapat kita buat sendiri dengan bahan yang tersedia di rumah atau meskipun kita harus beli, tidak membutuhkan biaya yang banyak. Tinggal kita menyiapkan waktu untuk membuat permainan edukatif ini yang sangat bagus untuk merangsang gerak motorik anak.
Bahan-bahan yang dibutuhkan :
1. White board kecil atau tripleks bekas plafon yang mempunyai lapisan permukaan warna putih yang halus, kemudian kita gergaji menjadi bentuk segi empat kecil.
2. Magnet kecil, bisa dibeli atau bekas dari permainan anak yang sudah tidak terpakai atau bekas tempat pensil.
3. Spidol untuk white board atau marker
4. Mainan tempel, bisa menggunakan mainan yang biasa kita pasang pada pintu lemari es, mainan kecil dari bahan besi, atau plat besi kecil.
Memulai permainan :
1. Buatlah gambar yang menarik pada papan tripleks yang mempunyai permukaan warna putih dan halus, kalau bisa buat yang menarik agar anak tertarik.
2. Jangan lupa pada gambar buat jalur-jalur. bisa saja dengan membuat jalan atau garis yang menghubungkan antara satu gambar dengan gambar yang lainya, misal antara seekor binatang dengan makanan yang menjadi makanannya.
3. Letakkan mainan kecil seperti pada bahan-bahan nomor empat diatas permukaan papan yang halus.
4. Pegang magnet dibawah papan (dibalik papan) kemudian arahkan magnet tadi ke mainan kecil yang ada di permukaan. Gerak2kan magnet, sehingga mainan tadi ikut bergerak.
5. Ajarkan pada anak cara memainkannya dan terangkan kenapa ini bisa terjadi.
6. Apabila anak sudah bosan dengan gambar yang ada, kita bisa membuat gambar yang lain, atau kalo ada gambar (poster) yang bagus kita bisa memasangkannya diatas papan tersebut.
7. Selamat mencoba.
Teknologi dan Permainan Anak
Di zaman teknologi canggih seperti sekarang ini, anak-anak perlu diperkenalkan denagan berbagai teknologi canggih sejak dini, sehingga dalam kehidupan sehari-harinya nanti ia tidak lagi merasa gamang menghadapi berbagai peralatan yang berteknologi canggih.
Perkembangan Teknologi sebagai bagian dari perkembangan peradaban manusia tercermin dalam berbagai kegiatan manusia termasuk kegiatan bermain dan alat permainannya. Sikap yang kurang mendukung permainan seperti nintendo, playstation, gameboy dll. Terutama dikemukakan orangtua yang mengamati bahwa anak menjadi amat tertarik pada permainan tersebut dan cenderung mengabaikan kegiatan lainnya.
Minat anak menjadi amat sempit, dikhawatirkan akan merendahkan minat bacanya dan lebih mengutamakan untuk terlibat dalam permainan tersebut dari pada mengerjakan tugas sekolah atau belajar. Secara pribadi saya tidak secara apriori menentang permainan ini, karena ada sisi positif dan negatifnya. Pengenalan anak terhadap permainan ini akan membantu agar tidak canggung mengoperasikan alat-alat yang serupa, misalnya lebih berani mencoba mengoperasikan program komputer. Selain itu anak menjadi terbiasa dengan simbol atau icon tertentu yang umum digunakan dalam berbagai program lain, misalnya program penelolah kata dll.
Apa dampak negatif dan positifnya ?
Dampak positif :
· Membiasakan anak dengan peralatan elektronik
· Melatih kecepatan reaksi
· Melatih konsentrasi dan koordinasi reaksi (kalau maju maju, melompat mundur dll. Harus menekan tombol yang berbeda beda) sesaat
· Melatih kecekatan tangan, koordinasi penglihatan dan gerakan tangan (meski amat sederhana, hanya memencet tombol)
· Belajar menemukan sendiri strategi yang tepat untuk mencapai tujuan
· Merangsang berpikir untuk memecahkan masalah
Dampak negatif :
· Menjadi “kecanduan” bila tidak ada kontrol orangtua yang membatasi waktu bermain semacam ini. Kegiatan belajar menjadi terganggu, karena anak kurang menyediakan waktu untuk mempelajari bahan pelajaran sekolah
· Kurang tertarik pada kegiatan yang lebih membutuhkan aktivitas fisik dan koordinasi motorik kasar. Hal ini dapat membuat anak kurang memiliki kesegaran jasmani yang baik, mungkin juga akan mempengaruhi postur tubuh. Misalnya menjadi kegendutan, bungkuk, gerakan tidak gesit dll.
· Bila main terlalu lama dengan jarak penglihatan yang terlalu dekat dengan layar monitor, kemungkinan dapat menimbulkan kelelahan fisik atau menganggu penglihatan
· Karena terbiasa mendapat feed back atau respon yang cepat dalam permainan, dikhawatirkan anak menjadi kurang terlatih untuk menekuni suatu tugas yang hasil akhirnya baru tampak setelah melalui proses yang cukup lama. Anak menjadi tidak sabar, tidak tertarik pada tugas yang membutuhkan proses yang lama untuk menghasilkan sesuatu. Misalnya, percobaan penyilangan bibit unggul, butuh wqktu lama dan proses berulang kali ( hal ini mungkin belum pernah diteliti , tetapi cukup mengkhawatirkan kalau semua mengiginkan yang serba instan.
· Minat anak menjadi sempit, hanya berkisar seputar topik permainan tersebut sehingga kurang perhatian terhadap lingkungan yang lainnya. Bisa juga hanya terarah sekitar permainan tersebut.
· Dikhawatirkan tidak mendukung penumbuhan minat bacaan menjadi amat terasa tidak interaksi dan membosankan.
· Bila bisa bermain sendiri, anak akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan dan melatih kemampuan bergaul dengan teman sebayanya.
· Perkembangan kemampuan berbicara dan keluasan kosakata ., kekayaan penggambaran emosi lebih banyak ditunjang oleh buku bacaan.
Upaya yang harus dilakukan oleh orangtua, masyarakat dan pemerintah.
· Orangtua harus terus memantau jenis permainan anak dan ikut memilihkan yang tepat bagi anak. Bila ada yang kurang baik, tetapi sedang ‘ngetren” dikalangan anak-anak,sebaiknya orang tua menjelaskan kepada anak mengapa anak tidak perlu membeli, memiliki atau memainkan permainan tersebut.
· Ajari dan bimbinglah anak untuk mengatur kegiatan sehari-hari,terutama bagi yang sudah bersekolah, agar kegiatan belajarnya tidak terganggu.
· Batasilah kegiatan anak dengan bermainan tersebut, bicarakan agar anak ikut menyepakatinya dan terapkan aturan tersebut dengan konsisten.
· Perkenalkanlah, ajak dan doronglah anak untuk melakukan berbagai kegiatan bermain lainnya, olahraga, membaca, menggambar, mengoleksi musik dll,sehingga kegiatan bermain anak cukup bervariasi.
· Masyarakat harus kritis menyikapi perkembangan program permaianan yang beredar di pasaran. Bila pemerintah tidak dapat melarang penjualan program yang dinilai negatif bagi perkembangan anak, misalnya perkelahian dengan akibat bagian atau anggota tubuh terpenggal-penggal, masyarakat dapat melakukan kampanye atau menyebarkan informasi agar para orangtua tidak membelikan anak nya program permainan semacam itu.
Kiat-Kiat bagi orang tua untuk memilih alat permaianan yang tepat
· Orang perlu memiliki pengetahuan umum mengenai perkembangan anak. Berdasarkan pengetahuan tersebut, orang tua dapat memilihkan permainan yang sesuai dengan anak
· Perhatikan manfaat alat permainan yang akan dibeli, apakah ia bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya, ketajaman persepsi visual, ketrampilan motorik halus atau kasar, merangsang imaginasi, mengembangkan daya kreasi, melatih ekspresi emosi, membantu konsentrasi dan melatih daya ingat dsb.
· Sesuaikanlah jenis alat permainan dan kegiatan bermain sesuai dengan aspek perkembangan yang penting untuk usia anak. Misalnya, balita perlu mengenal warna, melatih koordinasi motorik halus, belajar duduk diam untuk waktu cukup lama, keseimbangan gerakan motorik kasar baik, mengembangkan kosakata dll. Sedangkan batita umumnya lebih membutuhkan perangsangan sensoris dan mengembangkan koordinasi motorik kasar, sehingga jenis permainan pun harus disesuaikan
· Perhatikan kekuatan dan faktor keamanan alat permainan. Pilih alat permainan pun harus disesuaikan.
· Perhatikan kekuatan dan faktor keamanan alat permainan. Pilih alat permainan yang tidak membahayakan bagi anak.
· Aturlah agar kegiatan anak cukup bervariasi, seimbang antara yang membutuhkan gerakan fisik ( berlari,memanjat, melempar dsb) kasar, koordinasi motorik halus ( menggambar, menulis, menggunting dll ), kegiatan yang melatih ketekunan, konsentrasi dan ketajaman persepsi ( puzzle, mencari gambar tersembunyi, maze dll ) mengembangkan kosakata ( membaca, bercerita dll ), melatih kendali diri, menunggu giliran, mengikuti aturan dan sosialisasi ( halma, ular tangga, kartu dll ), mengembangkan imajinasi ( menggambar, bermain pura-pura, rumah-rumahan dll ). Sesuaikan dengan usia dan keunikan anak masing-masing.
Kiat untuk anaknya agar bermain secara tepat
Agar anak dapat memilih kegiatan bermain yang sehat, orangtua sejak dini selalu mengikutsertakan anak dalam memilih dan mengambil keputusan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh, mana yang baik dan kurang baik, mana yang bermanfaat dan yang tidak, mengajari anak menentukan prioritas kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan membicarakan hal tersebut dengan anak, sehingga lama kelamaan anak tahu cara menentukan pilihan, hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kegiatan atau alat permainan misalnya,harganya, lama bermainan, tugas lain hari itu, keselamatan, nilai baik-buruk dll.
(oleh: Shinto B. Adelar, Psikolog)
Pengaruh Permainan pada Perkembangan Anak
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak:
1. Kesehatan
Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.
2. Intelegensi
Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.
3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.
4. Lingkungan
Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.
5. Status sosial ekonomi
Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.
Pengaruh bermain bagi perkembangan anak
Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
Bermain dapat digunakan sebagai terapi
Bermain dapat mempengaruhi pengetahuan anak
Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak
Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak
Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak
A. Permainan Aktif
1. Bermain bebas dan spontan atau eksplorasi
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.
2. Drama
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.
3. Bermain musik
Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, berdansa, atau memainkan alat musik.
4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
5. Permainan olah raga
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.
B. Permainan Pasif
1. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
2. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
3. Menonton televisi
Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.
(sumber: iqeq.web.id)
Permainan Anak Tradisional Terancam Punah
Berbagai jenis permainan anak tradisional yang banyak tersebar diberbagai daerah di Sumut maupun daerah lainnya di Indonesia terancam punah karena tidak ada lagi yang memainkannya.
Antropolog Universitas Negeri Medan (Unimed), Dr. Phil Icwan Azhari, di Medan, Senin, mengatakan, dewasa ini permainan anak tradisional seperti patok lele, congkak, galasing, engklek, sambar elang dan enggrang, sudah tergantikan oleh permainan yang lebih modern seperti video games maupun bombom car.
Padahal, katanya, aneka permainan tradisional tersebut memiliki cukup banyak keunggulan yang tidak didapat pada permainan modren, seperti tumbuhnya rasa solidaritas atau kesetiakawanan, rasa empati kepada sesama, keakraban dengan alam dan selalu menjunjung nilai-nilai sportivitas.
Selain itu sisi positif lainnya yang dapat diperoleh dari aneka permainan tradisional tersebut adalah memungkinkan timbulnya inisiatif, kreatifitas anak untuk menciptakan dan inovasi untuk memproduksi sendiri.
"Dengan munculnya daya kreatifitas itu, sianak kemudian akan mencoba mencari desain baru dan mengadaptasi permainan yang mereka butuhkan," kata Ichwan yang juga Ketua Program Studi Antropologi Sosial Pascasarjana Unimed.
Menurut dia, aneka permainan anak tradisional itu juga akan menjauhkan anak dari sikap konsumtif, menampilkan kegembiraan, gerak tubuh yang ekspressif, disamping juga melatih tingkat kecerdasan dan logikanya.
"Misalnya saja pada permainan Galasing yang harus dimainkan oleh minimal empat orang untuk satu grup. Keempat orang ini akan bahu-membahu mengalahkan lawannya agar jangan sampai melewati daerah yang dijaganya," katanya.
Berbeda halnya dengan permainan anak modren yang semuanya diproduksi oleh pabrik secara massal, sehingga kreatifitas anak untuk menciptakan sendiri permainannya menjadi hilang dan rata-rata permainan tradisional itu dimainkan oleh satu oranag saja.
Akibatnya sianak akan asyik dengan dirinya sendiri saja tanpa peduli dengan teman-teman sebaya dan lingkungannya.
Menurut Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial (Pussis) Unimed itu, permainan modren cenderung akan menjadikan anak individualis dan berbasis materi.
Anak setiap saat akan meminta uang untuk membeli alat permainannya. Karenanya permainan modren potensial menjadikan anak sebagai generasi yang hanya menuntut, meminta, kurang usaha, tidak inovatif dan tidak kreatif, untuk memproduksi dan mereproduksi apa yang dibutuhkannya.
"Sudah saatnya orang tua untuk kembali mengajarkan aneka permainan anak tradisional itu kepada anaknya. Karena selain lebih mendidik, aneka permainan tradisional itu juga lebih murah biayanya," katanya.
(Sumber: http://oase.kompas.com)
Permainan Anak
"Permainan anak tidak terlepas dengan masa kanak-kanak yang indah dan menggembirakan."
--Filosof Anak--
Apabila kita ditanya tentang masa kanak-kanak, tentu kita akan dengan suka cita menceritakan berbagai pengalaman menyenangkan yang pernah dialami. Semuanya begitu indah dan menggembirakan. Mengapa demikian? Karena masa kanak-kanak adalah masa bermain. Hampir atau bahkan semua aktivitas anak-anak adalah bermain!
Namun masih ada orang tua yang beranggapan bahwa bermain adalah aktivitas membuang-buang waktu. Mereka lebih suka melihat anaknya belajar dengan duduk rapih tanpa keributan, daripada bergerak (moving) dan bersuara (noice).
Bermain cara efektif untuk belajar
Padahal, jika semua orangtua tahu dan menyadari bahwa aktivitas gerak dan suara anak (bisa disebut bemain) adalah cara yang paling efektif untuk anak belajar sesuatu. Sebab, bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak.
Lewat permainan, anak akan mengalami rasa bahagia. Dengan perasaan suka cita itulah syaraf/neuron di otak anak dengan cepat saling berkoneksi untuk membentuk satu memori baru. Itulah sebabnya mengapa anak-anak dengan mudah belajar sesuatu melalui permainan.
Perlunya bermain
* Belajar dari permainan (Learning by playing)
Permainan seharusnya memiliki nilai seimbang dengan belajar. Anak dapat belajar melalui permainan (learning by playing). Banyak hal yang dapat anak pelajari dengan permainan, keimbangan antara motorik halus dan motorik kasar sangat memengaruhi perkembangan psikologi anak. Seperti kata Reamonn O Donnchadha dalam bukunya The Confident Child "Permainan akan memberi kesempatan untuk belajar menghadapi situasi kehidupan pribadi sekaligus belajar memecahkan masalah".
* Permainan mengembangkan otak kanan
Disamping itu tentu saja anak mempunyai kesempatan untuk menguji kemampuan dirinya berhadapan dengan teman sebayanya dan mengembangkan perasaan realistis akan dirinya. Bermain melalui permaianan memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan otak kanan, kemampuan yang mungkin kurang terasah di sekolah maupun di rumah.
* Permainan mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak
Dalam permainan kelompok, anak belajar tentang sosialisasi yang menenpatkan dirinya sebagai mahluk sosial. Anak mempelajari nilai keberhasilan pribadi ketika berhasil memasuki suatu kelompok. Ketika anak memainkan peran 'baik' atau 'jahat' membuat anak kaya akan pengalaman emosi, anak akan memahami perasaan yang terkait dari ketakutan dan penolakan dari situasi yang dia hadapi.
Dengan kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk mempraktikkan rasa percayanya kepada orang lain dan kemampuan dalam bernegosiasi, memecahkan masalah (problem solving) atau sekedar bergaul dengan orang sekitarnya.
Jenis permainan
Pada dasarnya, semua jenis permainan mempunyai tujuan yang sama yaitu bermain dengan menyenangkan! Yang membedakan adalah pengaruh atau efek dari jenis permainan tersebut. Ada dua jenis permainan, yaitu: Permainan Aktif dan Permainan Pasif. Permainan aktif dan pasif iini hendaknya dilakukan dengan seimbang.
* Permainan olah raga (sport):
Bagi orang dewas, olah raga bukan lagi menjadi sebuah permainan tetapi sesuatu yang serius dan kompetitif. Namun bagi anak, olah raga bisa menjadi satu permainan yang menyenangkan yang mengandung kesenangan, hiburan, dan bermain, tetapi tidak juga terlepas dari unsur partisipatif dan keinginan untuk unggul.
Dalam permainan olah raga anak mengembangkan kemampuan kinestetik dan pengembangan motivasi untuk menunjukkan keungulan dirinya (penekanan bukan pada persaingan tapi pada kemampuan) memberi kekuatan pada dirinya sendiri serta belajar mengembangkan diri setiap waktu.
* Permainan perkelahian (body contact):
Jenis permainan ini termasuk permainan modern, tapi banyak orang tua maupun guru memandangnya skeptic dan cemas, ini beralasan dari efek yang mungkin serius. Permainan ini merupakan jenis permainan modifikasi yang menuntut keseriusan anak untuk memenuhi kebutuhan akan kekuasaan.
Hal tersebut sehat dan positf bagi anak, berguna untuk menguji keunggulan dan kekuatan di lingkungan sekitar. Jenis permainan ini adalah untuk menguji kemampuan dan pemikiran anak dalam dunia nyata dengan segala akibatnya.
Katagori permainan pasif
* Permainan mekanis
Seiring perkembangan, jaman dan teknologi memberi pengaruh besar dalam perkembangan jenis permainan untuk anak. Alat teknologi canggih seperti komputer bukan lagi milik orang dewasa, tapi telah menjadi barang biasa buat anak-anak.
Berbagai games atau permainan virtual telah tersedia di dalamnya (computer). Bermain computer tidak sama dengan bermain bersama teman, anak bermain sendiri dengan kesenangannya.
Sisi negatif
Sisi negatif permainan mekanis ini adalah kurangnya pembentukan sikap anak untuk menerima dan memberi (take and give). Anak memegang kendali penuh atas 'teman mainnya' dan 'si teman mainnya' akan melakukan apapun yang diinginkan anak. Kendali penuh ini akan menimbulkan reaksi serius bila anak menyalurkannya dalam pertemanan di lingkungan sosialnya.
Sisi positif
Namun, hal positif anak memiliki keterampilan komputer yang akan diperlukan anak sebagai sarana hidupnya.
* Permainan fantasi
Fantasi merupakan praktik permainan yang khusus dilakukan sendiri. Anak dapat membentuk dunia sesuai dengan keinginannya (imaginasi).Sebaiknya, orang tua tidak memaksa anak untuk selalu bermain dengan teman-temannya karena akan menciptakan kesan bahwa bermain sendiri itu salah.
Permainan fantasi selain proses kreatif mengembagkan kemampuan sisi otak kanan, juga untuk pembentukan kecerdasan interpersonal (salah satu dari delapan kecerdasan teori multiple intelligence, Howard Garner)
Mengenali Autis Sejak Dini
Tak perlu menunggu hingga besar untuk mengetahui si kecil mengalami autis atau tidak. Sejak bayi pun bisa dideteksi. Sering terjadi, setelah si kecil beranjak besar baru diketahui ia mengalami gangguan perkembangan, entah lambat bicara, retardasi mental, hiperaktif, autis, dan lainnya. Itu pun bila si orang tua mencurigai anaknya bermasalah dan segera membawanya ke dokter. Kalau tidak, tentulah makin terlambat saja diketahuinya. Tak mudah untuk mengetahui apakah anak kita mengalami gangguan perkembangan atau tidak, terlebih untuk membedakan autis dengan gangguan penyimpangan lain. Misal, membedakan autis dengan retardasi mental. Pada anak retardasi mental, seluruh aspek perkembangannya lambat, baik kecerdasan, sosial, maupun motorik halusnya. Jika diukur IQ-nya pun dibawah 70, hingga sulit membedakannya dengan anak autis, karena respon pada anak autis juga lambat. Makanya, anak autis cenderung bersikap cuek.
Tanda-tanda anak hiperaktif pun hampir mirip dengan anak autis, yang biasanya terjadi di usia berjalan. Misal, anak tak bisa diam, tak bisa menatap lawan bicaranya, dan tak bisa konsentrasi. Perhatiannya juga mudah beralih, bila diajak ngomong seolah-olah tak mendengarkan. "Nah, tanda-tanda ini juga dijumpai pada anak autis. Biasanya, 50 persen anak autis juga tak bisa diam dan konsentrasinya buruk." Terlebih jika hiperaktifnya disertai lambat bicara, makin susahlah membedakannya, apakah autis atau lambat bicara.
Manifestasi gejala yang mirip ini, bisa ada di pelbagai gangguan. Hingga, biasanya tak dijadikan gejala khas pathognomonis atau karakteristik utama dari suatu gangguan. Misal, gejala panas. Bukankah bisa pertanda sakit gigi, radang tenggorok, radang telinga, tifus, malaria, atau demam berdarah? Hingga, kita tak bisa bilang, "Oh, si kecil panas, pasti demam berdarah.", misal. Sebab, untuk memastikan demam berdarah harus ada pathognomonis-nya. Misal, bila diperiksa darahnya, trombositnya turun atau bila lengan atas dipencet, di bagian bawahnya dijumpai bintik-bintik merah, berarti ada perdarahan karena pembuluh darahnya rapuh. "Jadi, tak semua gejala panas itu menandakan demam berdarah. Demikian pula dengan gangguan perkembangan, perlu ditandai apa yang menjadi pathognomonis-nya."
AUTIS INFANTIL
Nah, autis pada bayi, sebenarnya bisa diketahui sejak usia beberapa minggu setelah kelahirannya, dikenal dengan istilah autis infantil. Autis ini menempati spektrum paling berat, hingga disebut juga dengan nama penyakit Kanner. Ada juga yang menempati spektrum ringan, namanya ASD atau Autistic Spectrum Disorder.
Ibarat gambar yang diberi warna, autis infantil atau Kanner itu hitam pekat, sementara yang ASD abu-abu karena sebetulnya mendekati normal. "Biasanya ASD lebih sulit dibedakan dengan gangguan lain yang bukan autis, seperti anak lambat bicara atau hiperaktif." ASD biasa juga disebut autisma atypical (tidak khas), asperger atau semantic-pragmatic disorder karena ASD akan tampak di usia sekitar 2 tahun atau saat ia mulai bicara. "Di sini anak sebenarnya bisa bicara tapi tak bisa berkomunikasi atau tak bisa menyusun kata. Hubungan dengan orang pun tak hangat atau tak normal.
Bila autisnya infantil atau terjadi sejak bayi, tentunya tak lagi dalam taraf ringan. Pada bayi, autis bisa dideteksi dari perkembangan sosial dan emosionalnya. "Bayi yang mengalami penyakit autisma, sosial emosinya tak berkembang dan tak berjalan semestinya. Dengan kata lain, mengalami distorsi atau penyimpangan perkembangan yang sangat menyeluruh." Hal ini bisa dilihat, misal, ketika si ibu menyusui ASI. Bila pada bayi normal, kala disusui akan langsung menempelkan tubuhnya ke dada si ibu dan sambil disusui menatap sang ibu sebagai tanda adanya attach atau kelekatan emosional dengan ibunya. "Jadi, ada insting melekat pada ibu. Lagi pula otak anak merekam bagaimana kedekatan dia dengan ibunya sejak dalam rahim."
Nah, pada bayi yang autis, saat disusui oleh ibu, tubuhnya akan kaku. Meski ia mengisap, karena memang ada insting lapar pada bayi, tapi secara emosi tak ada kelekatan dengan ibu. "Yang bisa merasakan seperti ini adalah ibunya sendiri. Hingga seringkali si ibu akan merasa seperti memeluk benda, entah guling, sebatang kayu atau bungkusan. Jadi, tak ada hubungan sosial emosinya." Begitupun bila bayi ditelentangkan, misal. Normalnya, usia beberapa minggu bayi akan spontan tersenyum meski tak kita apa-apakan.
Setelah usia 2-3 bulan mungkin akan berespon tertawa, misal, bila diajak bercanda. Jadi, ada kontak mata. Jika menangis pun jelas, entah karena lapar atau buang air. Makin usia bertambah, pada bayi normal juga akan aktif bereksplorasi atau punya keingintahuan besar pada objek-objek di sekelilingnya. "Sedangkan bayi autis, tak demikian. Ia tak berespon apa pun, entah kala diajak bercanda atau bercakap-cakap." Bila menangis, tangisannya juga tak jelas disebabkan apa. Jikapun ada kontak mata, matanya mungkin terlihat kosong tak bermakna. Kala tiba masa ekplorasi, ia juga tak tertarik dengan yang ada di sekelilingnya. Kalau, toh, tertarik, hanya pada satu objek saja ia bisa lekat dan terus-menerus.
Jadi, adanya penyimpangan dari perkembangan psikososial seperti itu bisa dilihat jelas pada bayi autis." Tentunya gejala-gejala autis bukan cuma itu. Makin usianya bertambah, ia tak bisa berinteraksi. "Dari segi kuantitas dan kualitas, interaksinya menurun dengan orang sekitarnya, juga tak ada perhatiannya terhadap lingkungan."
PENDETEKSIAN
Untuk mendeteksi autis pada bayi, menurut Dwidjo, bisa dilakukan dengan prosedur pemeriksaan rutin yang dilakukan tiap dokter atau bidan yang menanganinya. "Jadi, selain pemeriksaan TB dan BB, juga harus pemeriksaan perkembangan psikososial dan psikomotoriknya. Seperti, bagaimana kala kepala diangkat, tengkurap, jalan, dan sebagainya. Meski pada bayi autis psikomotorik ini sebenarnya tak terlalu penting, kecuali pada perkembangan mental yang seluruhnya terlambat." Jadi, dengan prosedur pemeriksaan yang berjalan baik, sebetulnya masalah autis pada bayi bisa terdeteksi sejak awal. "Sayangnya, para dokter sering tak punya waktu banyak untuk melakukannya." Itu sebab, diharapkan ibu sendirilah yang bisa mencatat bagaimana tonggak-tonggak perkembangan sosial-emosi bayinya.
Misal, usia tersenyum, melihat, atau berespon sesuai tahapan usianya. "Jika ciri-ciri yang harusnya ada tapi selama 3 bulan berturut-turut tak juga muncul, perlu dicurigai." Selanjutnya, ada baiknya lakukan diagnosa autis pada dokter yang berkompeten untuk itu, entah dokter anak, psikolog atau psikiater anak. Dengan demikian, penanganannya tak salah dan bisa menyeluruh.
PENANGANAN
Bila sejak awal autis pada bayi terdeteksi, penanganan yang dilakukan bisa memadai. "Karena prinsipnya, bayi mengalami hambatan perkembangan. Yang menghambatnya adalah penyakit autis. Maka, prinsip penanganannya, anak harus dirangsang terus-menerus dan didorong agar mencapai perkembangan optimal. Seperti diketahui, ada empat dimensi perkembangan pada bayi, yaitu motorik halus, motorik kasar, bahasa dan komunikasi, serta sosialisasi. "Jadi, sejak bayi 4 hal inilah yang perlu dilatih satu per satu agar ia mampu mencapai tonggak-tonggak perkembangannya. Setiap dimensi dirangsang dengan teknik dan metode yang sesuai kebutuhannya."
Karena anak autis tak punya interaksi sosial dan emosional yang memadai, metode yang dilakukan adalah pendekatan perilaku atau stimulasi yang disebut dengan ABA (Applied Behaviour Analysis). "Biasanya ini dilakukan untuk anak usia 1 tahun ke atas. Sistemnya dengan latihan dan pemberian pujian atau reinforcement bila ia berhasil."
Sedangkan bayi, lebih banyak diberikan rangsangan untuk sosial dan emosionalnya. Misal, bayi sering diajak berinteraksi, ditatap, didekap, dipeluk, dicium, tersenyum, dan sebagainya. "Jadi, lebih pada rangsangan sensori-motoriknya. Karena rangsang-rangsang yang sampai pada otak bayi itu 90 persen ditentukan rangsang sensori-motoriknya." Intinya, orang tua harus terus-menerus memberikan rangsang yang sifatnya mengembangkan respon sosial dan emosinya. Jangan malah meninggalkan si bayi sendirian, ya, Bu. Kalau digendong juga sebaiknya digendong depan dengan selendang, hingga ada rangsangnya bagi bayi.
Namun demikian, yang namanya gangguan perkembangan, selalu penyebabnya tak tunggal, tapi kompleks dan banyak faktor. "Tak seperti sakit malaria, kalau penyebabnya diobati akan segera sembuh. Pada gangguan seperti autis sulit dikatakan sembuh dalam arti hilang sama sekali penyakitnya, karena penyebab autis itu sendiri tak diketahui pasti." Hanya saja, tambahnya, bila sudah distimulasi dini, tahap perkembangannya akan lebih baik. Kecacatan atau hambatan dan kekurangan dalam perkembangannya setidaknya bisa diminimalkan. Hingga, ketika masanya di usia anak, taruhlah usia prasekolah, orang tua tak perlu sampai mengeluarkan biaya, tenaga, dan waktu lebih banyak untuk memberikan terapi pada anaknya. Nah, tunggu apa lagi? Segera lakukan pemeriksaan pada si kecil bila kita mencurigainya hingga bisa terdeteksi lebih dini jika ada gejala autis.
Mengenal Autisme
Secara garis besar, Autisme, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan Autisme Infantil. Selain Autisme juga dikenal istilah Schizophrenia yang juga merupakan gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri seperti: berbicara, tertawa, menangis, dan marah-marah sendiri.
Tetapi ada perbedaan yang jelas antara penyebab dari Autisme pada penderita Schizophrenia dan penyandang autisme infantil. Schizophrenia disebabkan oleh proses regresi karena penyakit jiwa, sedangkan pada anak-anak penyandang autisme infantil terdapat kegagalan perkembangan. Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang Ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya bisa melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia 1 tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatap mata.
Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak, digunakan standar internasional tentang autisme. ICD-10 (International Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autisme Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia. Kriteria tersebut adalah : Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3) seperti di bawah ini, dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3).
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Minimal harus ada 2 dari gejala di bawah ini :
* Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju
* Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
* Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
* Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi.
Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
* Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal
* Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
* Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
* Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan.
Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
* Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan
* Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya
* Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
* Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda
Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang (1) interaksi sosial, (2) bicara dan berbahasa, dan (3) cara bermain yang monoton, kurang variatif. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak. Namun kemungkinan kesalahan diagnosis selalu ada, terutama pada autisme ringan. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan autis yang ada, seperti retardasi mental yang berat atau hiperaktivitas. Autisme memiliki kemungkinan untuk dapat disembuhkan, tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. Berdasarkan kabar terakhir, di Indonesia ada 2 penyandang autis yang berhasil disembuhkan, dan kini dapat hidup dengan normal dan berprestasi. Di Amerika, di mana penyandang autisme ditangani secara lebih serius, persentase kesembuhan lebih besar.
Mengatasi anak berbohong
Anak usia 3-3,5 tahun, menurut Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis, biasanya mulai pandai berbohong. "Di usia itu, ia cenderung sudah lancar bicara. Ia juga sudah paham akan pembicaraan orang lain," ungkap pakar psikologi anak ini. Anak pun sebetulnya sudah bisa membedakan, mana yang benar dan salah. Buktinya, ia sudah mulai pandai berbohong.
Kebohongan yang dilakukan anak, kerap dilakukannya demi melindungi diri sendiri. Si kecil sudah bisa berpikir, "Daripada dimarain Bunda, lebih baik aku bohong." Jadilah, ketika si ibu menuduhnya mengambil kue, misalnya, dengan cepat dan lantang ia akan menjawab, "Enggak!" Apalagi, seperti dituturkan Fawzia, "Jawaban itu, kan, yang paling gampang?"
Bisa juga ia berbohong karena meniru. Entah dari orangtua atau lingkungannya. Mungkin ini pun pernah Anda alami sendiri, yaitu menyuruh anak mengatakan Anda tak ada di rumah ketika telepon berdering, sementara anak tahu persis Anda berada di rumah. Memang, itu termasuk kebohongan kecil (White lies). Tapi apa yang terjadi? "Lama-kelamaan, si kecil tahu dan bisa jadi ia menirunya."
DINIKMATI
Dua penyebab itulah, kata Fawzia, yang kerap menjadi pencetus utama timbulnya kebohongan pada anak. Yaitu melihat dan meniru. "Sebab, seorang anak belum bisa merancang kebohongan. Tidak ada istilah, anak kecil punya bakat bohong. Beda dengan orang dewasa yang sudah bisa merancang kebohongan. Kalau pada anak kecil, lebih banyak demi pertahanan diri." Kendati demikian, sangat tak bijaksana jika orangtua terburu-buru memvonis si kecil sebagai pembohong, setiap ia mengemukakan hal yang tidak benar.
"Tiap anak pasti pernah melakukan hal ini. Yang perlu kita perhatikan adalah frekuensinya. Kalau sedikit-sedikit berbohong, orangtua tentu perlu bertindak. Jangan sampai keterusan hingga ia besar. Nanti susah menghentikannya," papar Fawzia. Bukan itu saja. "Sosialisasinya bersama teman-temannya pun akan susah nantinya. Dia tak bakalan dipercaya teman-temannya."
"Hobi" berbohong, harus dihentikan. Sebab jika dibiarkan saja, "Anak akan menikmati kebohongannya itu. Ia akan berpendapat, ternyata solusi dari sebuah permasalahan, gampang saja. Cukup dengan mengatakan yang tidak benar, ia pun selamat." Bahkan bisa terjadi, jika kebohongan sudah begitu tinggi tingkatnya, anak akan mencuri. "Ini sama dengan berbohong. Dalam pandangan psikologis, berbohong dan mencuri sama mekanismenya, yaitu suatu perbuatan yang tidak baik, yang melanggar norma lingkungan."
Anak yang gemar berbohong umumnya berasal dari keluarga yang kurang memiliki disiplin. Juga jika anggota keluarga kerap melakukan kebohongan. Misalnya saja, si anak dijanjikan akan diberi permen jika ia mau tidur siang. "Tapi setelah bangun, ibunya tak memenuhi janji. Bahkan bilang, tak pernah berjanji seperti itu. Nah, peristiwa itu akan terekam dalam benak anak sehingga ia akhirnya berkesimpulan, berbohong atau tak memenuhi janji, tidak apa-apa."
Lingkungan, semisal teman, bisa pula memberi andil dalam membentuk kecenderungan anak berbohong. "Bilang aja kamu mau belajar bersama di rumahku, padahal nanti kita main play station" kata si teman. Anak Anda pun, karena khawatir tak mendapat izin keluar rumah, akhirnya menuruti anjuran temannya tadi untuk berbohong.
BERBOHONG VS IMAJINASI
Tentu saja, cara orangtua memandang suatu kebohongan yang dilakukan anaknya, berbeda satu sama lainnya. Terutama untuk kebohongan-kebohongan kecil. "Bergantung dari pemahaman akan arti kebohongan itu sendiri, di samping tergantung pada kebiasaan atau budaya setempat, serta insting atau pengalaman si orangtua," jelas Fawzia. Ia memberi contoh, ada orangtua yang menganggap, kebohongan kecil yang dilakukan anaknya, lumrah saja karena ia pun pernah melakukannya saat kecil dan tak berdampak buruk. "Jadi, si orangtua merasa tak perlu meributkannya."
Masing-masing orang pun, memiliki pemahaman akan arti yang baik dan tidak baik. Fawzia mencontohkan pemulung, yang mengambil barang yang digeletakkan di depan rumah kita. "Sebab ia berpendapat, toh, barang itu sudah dibuang dan tidak terpakai. Jadi, sah-sah saja dan tak berdosa jika diambil." Beda halnya dengan orang yang sangat strict dan berpedoman, barang itu, meski tergeletak, tetap saja bukan miliknya sehingga tak boleh diambil. Karena itulah, penanganan orangtua terhadap kebohongan anak, berbeda-beda pula. "Kalau menurut dia kebohongan itu masih bisa ditolerir, dia tidak akan melakukan tindakan apa-apa. Tapi ada keluarga yang baru menemukan suatu kebohongan kecil, sudah heboh dan cemas."
Di sisi lain, pesan Fawzia, orangtua juga harus pandai-pandai membedakan, apakah si anak benar berbohong atau hanya sekadar berimajinasi. "Kadang, kan, anak kecil suka berimajinasi. Meski belum pernah ke kebun binatang, ia bisa cerita, di kebun binatang ada dinosaurus atau naga." Nah, jika ini yang terjadi, "Jangan buru-buru menuduhnya berbohong. Mungkin sebenarnya si kecil ingin mengutarakan keinginannya berkunjung ke kebun binatang." Kalau memang memungkinkan, ajaklah ia ke sana sambil sebelumnya jelaskan padanya tentang fakta mengenai kebun binatang. "Misalnya, di sana tak ada naga dan dinosaurus, melainkan gajah, beruang, dan seterusnya. Dengan demikian, anak jadi tahu fakta yang sebenarnya."
PERLU TIDAKNYA HUKUMAN
Bagaimana jika anak memang berbohong dan ia sering melakukannya? Tindakan yang paling tepat adalah memberi tahu dan menasehatinya. "Jelaskan padanya, berbohong lebih buruk dibanding jika ia mengakui kesalahannya. Karena itu, jika anak mengakui kesalahannya, jangan dimarahi. Katakan saja padanya, kita tak setuju dengan perbuatannya dan ia tak boleh mengulanginya di lain waktu," kata Fawzia. Sebab, lanjutnya, "Jika ia sudah mengakui kesalahannya dan tetap dimarahi, justru akan mendorongnya untuk berbohong agar tak kena marah."
Tanamkan pula pada anak, betapa kejujuran lebih berharga daripada kebohongan. "Cuma saja orangtua tetap harus waspada agar si anak tak merasa bahwa ia boleh-boleh saja melakukan perbuatan tak baik asalkan jujur mengakuinya. Anak harus tetap diberi tahu, apa yang boleh dan tidak dilakukannya."
Saat ingin "membongkar" kebohongan anak, tak perlu dilakukan secara gegabah. Fawzia mencontohkan cucunya yang mengaku telah menghabiskan makanannya. "Tante dan omnya langsung teriak, dia bohong." Fawzia pun bertanya pada si cucu, seberapa banyak ia makan sambil menerangkan, anak kecil harus makan banyak agar cepat tumbuh besar. "Jadi, saya tak menuduhnya berbohong. Karena itu, cucu saya akhirnya mengaku, makanannya belum habis sehingga saya minta untuk menghabiskannya. Anak kecil mengerti, kok, kalau kita beri tahu seperti itu."
Justru kalau ia diteriaki "Bohong!" saat tengah berbohong, anak akan lantas menyangkalnya dengan berkata, "Aku nggak bohong, kok!" untuk memperkuat kebohongannya. "Itu adalah bentuk pertahanan dirinya." Jadi, lanjut Fawzia, walaupun kita tahu ia berbohong, jangan langsung menekan si kecil. "Di sisi lain, jelaskan pula padanya bahwa perbuatannya itu tidak betul." Mengoreksi kebohongan, bisa juga dilakukan oleh lingkungan si anak.
Misalnya, pada temannya ia mengaku memiliki boneka baru. "Mana buktinya?" kata si teman. Jadilah ia harus membuktikan kebenaran ucapannya. Kalau tak bisa, ia pasti dikatakan pembohong oleh temannya. "Dari situ anak akan belajar, jika ia tak bisa membuktikan ucapannya, ia telah berbohong dan berbohong itu tak ada manfaatnya."
Soal hukuman pada anak yang berbohong, menurut Fawzia, perlu dilakukan jika kebohongan yang dilakukan anak sudah membahayakan, memalukan, atau merugikan orang lain. "Tentunya tak perlu berlebihan. Beri saja hukuman yang bersifat mengurangi kesenangannya. Misalnya, ia harus berdiri di pojok ruangan untuk jangka waktu tertentu, uang sakunya dikurangi, atau tidak boleh menonton teve selama seminggu. Dengan pemberian hukuman, anak jadi mengerti, itulah konsekuensi yang harus diterimanya jika ia berbohong."
Sumber: tabloid-nakita.com
Langganan:
Postingan (Atom)